Way Kanan, lampungsai.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Way Kanan menegaskan akan melaporkan perusahaan pengolah singkong, CV Gajah Mada Internusa, ke Polda Lampung. Perusahaan tersebut diduga secara terang-terangan melanggar ketentuan resmi pemerintah terkait harga dan rafaksi singkong.
Ketua GMBI Way Kanan, Bustam Raja Ukum, menuturkan pabrik masih memberlakukan potongan (rafaksi) hingga 47 persen. Angka ini jauh di atas ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah, yakni maksimal 15 persen sebagaimana tertuang dalam Surat Kementerian Pertanian Nomor B-2218/TP.220/C/09/2025.
Ini jelas tindakan semena-mena yang sangat merugikan petani. Aturan resmi sudah ada dan sifatnya mengikat, bukan sekadar imbauan. Perusahaan yang tidak patuh bisa dikenai sanksi hukum,” tegas Bustam, Senin (15/9/2025).
Sebelumnya, Gubernur Lampung telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 yang menetapkan harga singkong Rp1.350/kg dengan rafaksi maksimal 30 persen. Kebijakan ini diperkuat oleh Kementerian Pertanian RI yang menegaskan harga minimal Rp1.350/kg dan rafaksi maksimal 15 persen berlaku secara nasional.
Bahkan, dalam regulasi tersebut, pemerintah pusat juga menetapkan bahwa impor tepung tapioka dan jagung masuk kategori Lartas (larangan terbatas), sehingga hanya bisa dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi.
Kalau aturan pusat saja sudah jelas, maka perusahaan yang masih berani melanggar bisa dianggap menyalahi hukum. Kami tidak akan tinggal diam, laporan resmi akan segera kami masukkan ke Polda Lampung,” tambah Bustam.
Selain melapor ke kepolisian, GMBI Way Kanan juga akan menyurati Gubernur Lampung untuk menindak tegas perusahaan yang tidak mematuhi aturan, termasuk mencabut izin operasional jika terbukti bersalah.
Bustam menegaskan, langkah hukum ini merupakan bentuk keberpihakan GMBI kepada petani agar harga singkong kembali stabil, transparan, dan adil sesuai regulasi pemerintah.
Sementara itu, pihak CV Gajah Mada Internusa ketika dikonfirmasi berdalih bahwa kebijakan rafaksi tinggi tersebut telah melalui kesepakatan bersama dengan petani. Namun GMBI menilai dalih itu tidak dapat membenarkan pelanggaran aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.