Kota Metro, LampungSai.com — Sejak pagi, halaman PKBM Ronaa telah dipenuhi suara riuh anak-anak, para ibu yang menata kerajinan tangan, dan pemuda yang menyiapkan panggung sederhana untuk pentas seni. Suasana itu menandai dimulainya kembali Festival Kampung Literasi PKBM Ronaa, yang tahun ini telah memasuki usia lima tahun, sekaligus menjadi tonggak penting dalam membentuk karakter kampung melalui literasi dan kreativitas.
Festival ini lahir dari gagasan sederhana untuk menciptakan ruang belajar, ruang berkarya, dan ruang ekspresi bagi warga kampung. Dari langkah awal yang terbatas, kini festival menjadi perayaan literasi lengkap, yang mencakup lomba baca puisi, lomba menulis, pameran karya warga, pentas seni, edukasi literasi digital, hingga pelatihan keterampilan untuk semua kalangan. Gagasan awal ini dicetuskan oleh Aka Fitrio Atmaja, sosok muda yang dekat dengan dunia pendidikan masyarakat, yang ingin melihat kampungnya tumbuh melalui literasi.
Anak-anak dan Pemuda Pemudi Menemukan Panggungnya

Salah satu kegiatan yang selalu dinanti adalah lomba baca puisi, tetapi festival ini jauh lebih luas dari sekadar puisi. Anak-anak juga mengikuti lomba menulis cerpen, sesi dongeng, dan kelas kreatif. Pemuda kampung berperan sebagai relawan, membantu kegiatan literasi digital dan memandu workshop kewirausahaan bagi warga.
“Saya senang bisa ikut lomba dan belajar hal baru di sini,” ujar salah satu peserta anak-anak (nama disamarkan) sambil tersenyum penuh percaya diri.
Belajar Tak Mengenal Usia

Festival ini tak hanya untuk anak-anak. Para warga belajar PKBM, termasuk ibu rumah tangga dan lansia, ikut memamerkan karya tulis, kerajinan tangan, dan hasil pelatihan yang mereka ikuti selama setahun terakhir. Mereka menegaskan bahwa literasi adalah hak semua orang, tak terbatas usia maupun latar belakang.
“Belajar di sini membuat kami percaya diri dan bisa mengekspresikan diri,” ujar salah satu peserta warga belajar (nama disamarkan).
Gotong Royong Menjadi Kunci

Keberhasilan festival lima tahun ini bukan karena fasilitas mewah, tetapi semangat kebersamaan. Pemuda, relawan, tutor PKBM, dan warga kampung bergandengan tangan menjaga agar ide awal festival tetap hidup. Pojok baca sederhana kini menjadi ruang literasi yang rapi, sementara panggung kecil tetap setia menjadi ruang bagi warga mengekspresikan kreativitas.
Lebih dari itu, kegiatan ini secara bertahap membentuk karakter kampung: warga belajar bekerja sama, menghargai ilmu, menghargai kreativitas, dan saling mendukung perkembangan satu sama lain.
Perjuangan para penggerak pemberdayaan masyarakat ini harusnya mendapat dukungan semua pihak. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harusnya tak hanya berdiam diri tapi coba menyentuh, dan elemen masyarakat berikan dukungan dan perhatian karena inilah satu perjuangan menjaga kearifan lokal warisan leluhur bangsa.
Lima Tahun Perjalanan, Banyak Cerita

Ketua PKBM Ronaa menekankan bahwa Festival Kampung Literasi kini lebih dari sekadar acara tahunan. Ia telah menjadi gerakan yang menumbuhkan kesadaran, kreativitas, dan rasa percaya diri warga, serta menanamkan nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari.
“Festival ini membuktikan bahwa literasi bisa mengubah cara warga melihat dunia dan membuka pintu kesempatan, sekaligus membentuk karakter kampung yang lebih kreatif dan gotong royong,” ujarnya.

Menjelang senja, lampu-lampu kecil dinyalakan dan warga berkumpul menonton pentas seni penutup. Di wajah mereka terpancar rasa bangga, Ternyata kampung kecil ini mampu menjaga semangat belajar dan berkarya selama lima tahun. Festival Kampung Literasi PKBM Ronaa kini menjadi ruang hidup bagi kreativitas, pengetahuan, dan karakter kampung yang terus tumbuh, serta bukti nyata perjuangan warga dalam menjaga dan merawat kearifan lokal warisan leluhur bangsa. ( Yudha Saputra )












