LampungSelatan , Lampung sakti.com — Bantuan berupa berton-ton bibit padi yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Lampung Selatan, diduga kuat menjadi ajang korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah oknum. Dugaan tersebut muncul setelah tim jurnalis melakukan investigasi pada 13 Juli 2025 dan menemukan adanya berbagai praktik kecurangan dalam penyaluran bantuan tersebut.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa di Kecamatan Penengahan, khususnya di Desa Pasuruan, kelompok tani yang menerima bantuan bibit padi tidak hanya mendapatkan jumlah yang lebih sedikit dari seharusnya, tetapi juga menerima bibit yang tidak layak tanam. Para petani menyampaikan bahwa bibit tersebut sebagian besar dalam kondisi kopong dan tidak dapat ditanam.
Seorang anggota kelompok tani bernama Suyatno menyampaikan kepada wartawan bahwa bibit padi yang diterimanya seharusnya memiliki berat 5 kilogram per sak, namun setelah ditimbang ulang, rata-rata hanya 4,8 kilogram. Selain itu, ia menjelaskan bahwa lebih dari 50 persen bibit yang diterima dalam kondisi rusak dan tidak dapat ditanam sama sekali.
Suyatno juga menduga bahwa bibit tersebut merupakan sisa dari padi yang sudah rusak, kemudian dikemas kembali dengan tampilan luar yang terlihat berkualitas baik. Ia mengatakan bahwa kenyataan yang ia temukan justru sangat berbeda dengan tampilan kemasan yang diterimanya. Akibat kondisi tersebut, ia tidak bisa menanam bibit itu dan kini puluhan kilogram bibit hanya tersimpan di gudangnya. Menurutnya, meskipun nantinya bibit itu diganti, masa tanam sudah terlewat, sehingga pergantian tersebut tidak lagi bermanfaat bagi para petani.
Ketika dikonfirmasi pada saat itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Lampung Selatan, Mugiyono, menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. Ia menjanjikan akan berkoordinasi dengan pihak ketiga selaku penyedia bibit bantuan, serta memerintahkan agar bibit yang rusak diganti dengan yang layak.
Namun, hingga dua bulan berselang, tepatnya memasuki bulan September 2025, kelompok tani di Desa Pasuruan mengaku belum menerima penggantian bibit seperti yang dijanjikan. Saat wartawan mencoba mengonfirmasi kembali perkembangan kasus ini, Mugiyono disebut selalu berdalih sibuk dan sulit ditemui.
Para petani pun merasa kecewa dan dirugikan atas kondisi ini. Mereka berharap pemerintah segera turun tangan untuk menindak tegas pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik penyalahgunaan bantuan tersebut, agar kejadian serupa tidak terulang dan ketahanan pangan di wilayah mereka dapat terjaga. (BERSAMBUNG)