Soal LHP BPK, APIP Kota Metro Nyatakan “Upaya Memulangkan, Lepas Dari Ranah Pidana”

0
1375
ilustrasi/Red Lampungsai.com

Kota Metro, Lampungsai.com – Menyikapi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Negara yang di keluarkan BPK RI Pewakilan Lampung, Tahun Anggaran (TA) 2017 di Pemerintahan Kota Metro, atas kelebihan pembayaran di tubuh DPRD Kota Metro atas pembayaran Tunjangan Komunikasi atau dikenal para anggota dewan setempat dana TKI, RSUD A.Yani lebih kurang mencapai Rp12 Milliar, dan Dinas PUPR terhadap kelebihan pembayaran kepada 16 Perusahan (CV). Masing-masing pihak terkait enggan memberikan komentar.

Tim media mencoba kembali mengkonfirmasikan ke pihak Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Inspektorat Kota Metro, Senin 13 Agustus 2018 lalu, melalui Sekretaris Heri Rozani didamping Kasubag Perencanaan, Eko C, menjelaskan, seluruh OPD yang ada dikenakan sanksi administrasi dan semua sudah memperbaiki, dengan batas waktu besok (Selasa 14 Agustus 2018).

Masih menurut Heri, mengenai dugaan temuan mengenai keuangan, semua OPD dalam prosesnya selama 60 hari kerja harus diselesaikan, jika tidak maka akan ditindak lanjuti ke pihak berwajib, dan bagi OPD yang sudah sebagian mengembalikan walaupun tidak 100 persen, OPD tersebut tidak dikenakan tindak lanjut 60 hari oleh BPK itu.

ilustrasi/Red Lampungsai.com

“Progres perkembangannya, sampai saat ini, bagi seluruh OPD yang terdapat indikasi kerugian keuangan negara, dalam tanda kutip, itu kita kumpulkan satu persatu, progresnya sampai Kamis (09 Agustus 2018) kemarin dan di waktu limit sampai dengan besok (Selasa 14 Agustus 2018) berbarengan dengan temuan administrasi itu. Artinya progresnya sudah berjalan, secara bertahap dan telah dihimpun, yang kemudian akan diserahkan kembali ke BPK,”kata Heri

Saat di tanya lebih lanjut, mengenai masing-masing jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana temuan BPK dalam LHP terkait, di setiap OPD, DPRD setempat, Heri Rozani enggan memberikan komentar lebih jauh, menurutnya pihak Inspektorat tidak dapat memberikan informasi jika belum ada izin dari Wali Kota dan berkoordinasi dengan pihak BPK.

“Kami tidak bisa memberikan informasi detailnya, harus melalui izin Wali Kota. Soal LHP juga harus koordinasi dengan BPK. Pada intinya, setiap temuan BPK yang telah di proses sebelum limit 60 hari (Keuangan) maka masuk dalam sanksi administrasi, lepas dari ranah pidana, artinya ada kemauan untuk membayar. Jika nanti tidak ada tindak lanjut selama 60 hari, maka BPK lah yang mengeluarkan rekomendasi ke pihak berwajib,”ujarnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri setempat, melalui Kasi Pidsus Dipto Brahmono, mengungkapkan, terikait LHP itu antara Kejaksaan, Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan atau Pemerintah itu sendiri, ada MoU (Momerandum of Understanding).

“Dalam LHP sistemnya ada tenggat waktu selama 60 hari, masih kewanangan di Inspektorat, setelahnya nanti, Inspektorat  kirim surat ke kita (Kejaksaan). Dan mungkin nanti ada beberapa hal yang belum terealisasi atau dilaksanakan sebagaimana dalam LHP itu, baru Kejaksaan bisa untuk menindak lanjuti,”kata Dipto, saat di wawancarai di ruang kerjanya, Selasa 07 Agustus 2018.

Masih menurut Kasi Pidsus Kejari Kota Metro ini,  terakait LHP yang ada pada Pemerintah Kota Metro, masih masa pemulangan sebagaimana masih lingkup kewenangan Inspektorat. Pihak Kejaksaan dalam hal ini, sudah berkoordinasi dengan pihak Inspektorat, mengenai pemulangan kelebihan pembayaran atau selisih yang dimaksudkan dalam LHP, di akui pihak Inspektorat ada beberapa yang belum mengembalikan.

“Saya sudah berkoordinasi dengan pihak Inspektorat, kemarin dari pihak Inspektorat sudah upaya dalam pengembalian, tetapi ada beberapa yang belum mengembalikan. Nanti, jika sudah masa tenggat (60 hari) sejak dikirimkannya ke masing-masing OPD atau Instansi selesai, saya minta surat ke Inspektorat untuk menindak lanjuti. Saya sudah tanya ke Inspektorat, itu pertengahan Agustus 2018 ini masa limit,”ujarnya.

Disisi lain, Direktur Eksekutif LSM Gerakan Transparansi Rakyat (GETAR) Lampung, Edison memaparkan peranan aparat penegak hukum terhadap LHP yang dikeluarkan BPK. LHP itu fungsinya juga untuk meminimalisir penyalahgunaan keuangan, mencegah gejala korupsi dan sebagai alat bukti yang cukup kuat dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).

Dari itu, Aparat penegak hukum terbantu dalam menjalankan fungsinya, di Kota Metro tidak pernah ada kabar, penegak hukum memproses indikasi Tipikor sesuai data dalam LHP, padahal dalam MoU BPK dan Aparat Penegak Hukum (APH) itu sudah jelas fungsi masing-masing keberadaannya sejak disahkan pada 2008 lalu.

“Tinggal dilihat, apakah karena kesengajaan atau tidak, terlebih DPRD juga memiliki fungsi mengawasi, dan setiap penyelenggaraan keuangannya tentu mendasari dengan aturan pengelolaan keuangan negara dan sistem perbendaharaan, kalau sudah berulang terjadi adanya ketidak wajaran dalam LHP, ya patut dipertanyakan,”katanya.

Masih menurut Edison, Dalam hal ini, menurut hemat LSM GETAR, kajian hukum pidana terhadap LHP BPK yang tidak dapat diyakini kewajarannya dan berpotensi sebagai tindak pidana korupsi, patut di laksanakan oleh APH. Dalam LHP itu, hasil pemeriksaan asal usul dan besarnya penerimaan keuangan negara dari manapun sumbernya, dimana disimpan serta peruntukkannya.

LHP atas laporan keuangan pemerintah, termuat kesimpulan dan rekomendasi. Disini ada kutipan “Tidak dapat di yakini kewajarannya, tentu merupakan indikasi pidana korupsi atau bukan dalam laporan keuangan negara. Penegak hukum yang lebih paham didalamnya, termasuk juga dalam penelitian hukum empiris yang bersifat deskritif yang dilakukan pihak BPK terkait.

“LHP yang tidak dapat diyakini kewajarannya itu, ada versi karena kecurangan (Fruad) merupakan suatu kejahatan yang mengandung beberapa unsurnya yakni perbuatan tidak jujur, kesengajaan dan keuntungan yang merugikan orang lain. Maka kecurangan itu (Fruad) dalam penyajian laporan keuangan dapat dikatakan sebagai tipikor,”jelas Edison.

Edison juga mengungkapkan, memang benar semua ada prosesnya, terlebih LHP ada masa tenggat 60 hari. Dihitung sejak Mei 2018, sampai sekarang Agustus 2018, mungkin sudah lebih dari 60 hari. Namun APH tidak juga menunggu dan menunggu, perannya juga ada didalamnya mengawasi, sebab LHP itu guna memudahkan APH menindak lanjuti temuan BPK.

Maksudnya, adalah melakukan tindak lanjut dalam pemahaman yang sama tentang perbuatan melawan hukum dalam pengertian administrasi dan pidana. Kemudian pemahaman yang sama tentang kerugian negara dalam pengertian administrasi dan pidana serta mendorong APH untuk menindak lanjuti LHP tersebut yang terindikasi tindak pidana.

Termasuk didalamnya mengetahui proses format dan rumusan temuan yang di butuhkan APH. Menyamakan langkah-langkah bertindak ketika ditemukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, memberikan kesimpulan telah tercukupinya unsur kerugian dan atau unsur pidana.

“Saya rasa itu lah adanya sebagian bentuk dalam MoU terkait dalam pemahamannya. Antara Administrasi dan pidana, ada juga yang namanya pemeriksaan investigasi yang dilakukan guna mengetahui atau mengungkap kerugian negara/daerah dan unsur pidana. Nah disini tinggal tergantung peranan dari DPRD dan APH setempat, dalam menyikapinya. Kapan akan bersih negara ini dari Korupsi jika ada indikasi kerugian negara, kemudian memulangkan dan lepas ranah pidana. Jadi apa arti Slogan “Katakan tidak pada Korupsi atau Berantas Tindak Pidana Korupsi,”pungkasnya. (Tim)

LEAVE A REPLY